Senin, 29 Mei 2017

PANDANGAN HAMKA TENTANG TOLERANSI BERAGAMA DALAM TAFSIR AL-AHZAR



PANDANGAN HAMKA TENTANG TOLERANSI BERAGAMA
DALAM TAFSIR AL-AHZAR
Oleh: Dina Murdiani

 
BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Kerukunan antar umat beragama merupakan satu unsur penting yang harus dijaga di Indonesia yang hidup di dalamnya berbagai macam suku, ras, aliran dan agama. Untuk itu sikap toleransi yang baik diperlukan dalam menyikapi perbedaan-perbedaan tersebut agar kerukunan antar umat beragama dapat tetap terjaga, sebab perdamaian nasional hanya bisa dicapai kalau masing-masing golongan agama pandai menghormati identitas golongan lain. Kerukunan dan toleransi yang diajarkan oleh Islam dalam kehidupan antar-umat beragama bukanlah suatu toleransi yang bersifat pasif. Tetapi aktif, aktif dalam menghargai dan menghormati keyakinan orang lain serta aktif dan bersedia senantiasa untuk mencari titik persamaan antar bermacam-macam perbedaan. Karena kemerdekaan beragama bagi seorang muslim adalah suatu nilai hidup yang lebih tinggi daripada nilai jiwanya sendiri. [1]
Terdapat beberapa pendapat dari para tokoh mengenai masalah toleransi salah satunya seperti Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Buya Hamka,beliau mengungkapkan pemikirannya dalam sebuah karya tafsir yaitu Tafsir Al-Azhar. Selain itu beliau bisa menjadi teladan tentang bagaimana toleransi beragama yang baik. Disini penulis akan membahas pandangan Hamka tentang toleransi beragama dalam Tafsir Al-Azhar.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana biografi Hamka?
2.      Bagaimana pemikiran Hamka tentang perbudakan dalam tafsir Al-Azhar?






BAB II
PEMBAHASAN
A.       Biografi Hamka
Nama Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang disingkat menjadi (Hamka) lahir di Maninjau, Sumatera Barat, pada 16 Februari 1908.[2] Di kampung Molek, disebuah desa bernama Tanah Sirah, dalam nagari Sungai Batang, di tepi Danan Maninjau, Tanjung Raya. Hamka meninggal tahun 1981 pada bulan Ramadhan.[3]
Hamka mengikuti pendidikan formal hanya sampai kelas 2 Sekolah Dasar. Setelah kelas 2 Sekolah Dasar, dia tidak pernah bersekolah formal lagi. Hamka lebih suka belajar sendiri. Dalam usia 6 tahun (1914) dia dibawa ayahnya Syekh Haji Abdul Karim ke Padang Panjang. Dari ayahnya, Hamka mendapat pendidikan agama, seperti nahwu, sharaf, hadis, dan fikih sehingga beliau lebih cepat pandai daripada kawan sebayanya.[4]
Pada tahun 1916 sampai tahun 1923 Hamka bersekolah di Diniyah School dan Sumatera Thawalib, guru-gurunya waktu itu ialah Syekh Ibrahim Musa Parabek, Engku Mudo Abdul Hamid dan Zainuddin Labay. Padang Panjang waktu itu ramai dengan penuntut ilmu agama Islam, di bawah pimpinan ayahnya sendiri.[5]
 Hamka adalah seorang murid tokoh pergerakan islam, H.O.S. Tjokroaminoto. Tidak diherankan kalau ia tumbuh dalam naungan kaidah-kaidah islam. Hamka dikenal sebagai salah satu tokoh organisasi islam modern Muhammadiyyah. Bahkan Hamka bisa disebut sebagai tokoh utama berdirinya organisasi itu di wilayah Sumatera Barat. “Muhammadiyah itu lahir di Yogyakarta, tapi dibesarkan di Sumatera Barat”.[6] Hamka merupakan figur terkemuka dalam perjuangan revolusioner merebut kemerdekaan nasional di Sumatera Barat dari tahun 1945 sampai 1949. Pada tahun 1950, ia pindah ke Jakarta dan diangkat sebagai pejabat tinggi Departemen Agama, Hamka memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk mengajar, menulis dan menyunting serta menerbitkan jurnal Panji Masyarakat. Pada tahun 1955, Hamka terpilih menjadi anggota konstituante mewakili partai politik modern Islam, Masyumi.[7] Meskipun Hamka anggota  konstituante, tetapi kritiknya dalam sidang konstituante di Bandung tidak digubris. Sis
term demokrasi ultra absolut ini  tetap dijalankan. Protesnya berbuah pemberhangusan. Pada tahun 1964, Hamka  ditangkap tanpa pernah diadili  dan baru dibebaskan setelah pemerintahan Orde Lama tum
bang.[8]
Kemudian beliau menjadi Imam Besar Masjid al-Azhar, Kebayoran Baru serta aktif memberikan Kuliah Subuh dan Tafsir al-Qur’an.Pada tanggal 27 Agustus 1964, beliau dipenjara dengan alasan telah melakukan Subversi. Majalah Panji Masyarakat dihentikan karena menerbitkan artikel M. Hatta yang mengkritik Sukarno.[9] Namun hal tersebut malah menjadi berkah bagi Hamka karena selama dalam tahanan, dia sempat menyelesaikan tafsir Al-Qur’an yang dikenal dengan nama tafsir Al- Azhar . sepuluh tahun (1974) kemudian ia menerima gelar doctor honoris causa dari Universitas kebangsaan Malaysia.[10]

B.       Pemikiran Hamka Tentang Toleransi Beragama dalam Tafsir Al-Azhar
Hamka berpendapat bahwa semua manusia diberikan kebebasan oleh Allah SWT untuk memeluk agama apapun tanpa adanya paksaan. Hal ini sebagaimana yang diuraikan oleh Hamka dalam Tafsir AlAzhar QS. Al-Baqarah (2) : 256.
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Tidak ada paksaan dalam agama. Telah nyata kebenaran dan kesesatan. Maka barangsiapa yang menolak segala pelanggaran besar dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya telah berpeganglah dia dengan tali yang amat teguh, yang tidak akan putus selamalamanya. Dan Allah Maha Mendengar, lagi Mengetahui”.[11]

Hamka mengatakan bahwa sungguh ayat ini adalah suatu tantangan kepada manusia, karena Islam adalah benar. Orang tidak akan dipaksa untuk memeluknya, tetapi orang hanya diajak untuk berfikir. Asal dia berfikir sehat, dia pasti akan sampai kepada Islam. Tetapi kalau ada paksaan, pastilah timbul pemaksaan pemikiran, dan mestilah timbul taqlid. Ayat ini adalah dasar teguh dari Islam. Musuh-musuh Islam membuat berbagai macam fitnah yang dikatakan ilmiah bahwa Islam disebarkan dengan pedang. Islam dituduh memaksa manusia untuk memeluk agamanya. Padahal kalau memang mereka benar-benar ingin mencari data yang ilmiah hendaknya mereka melihat langsung dari al-Qur’an yaitu seperti terdapat dalam surat al-Baqarah : 256, bahwa dalam hal agama tidak boleh ada paksaan.
Asbabun nuzul dari ayat ini adalah adanya sebagian penduduk Madinah sebelum memeluk Islam mereka menyerahkan anak-anaknya kepada orang-orang Yahudi Bani Nadhir untuk dirawat dan dididik. Setelah besar, anak-anak itu menjadi Yahudi. Setelah penduduk Madinah memeluk Islam dan terjadi pengusiran terhadap Bani Nadhir mereka menginginkan agar anak-anak mereka yang telah menjadi Yahudi supaya ditarik kembali masuk Islam dan bila perlu dengan dipaksa. Tetapi Rasulullah tidak menyetujui permintaan ini. Anak-anak itu diberi kebebasan untuk memilih apakah tetap menjadi Yahudi dan diusir keluar Madinah atau kembali kepada orang tuanya menjadi muslim dan tinggal di Madinah.[12]
Pemaksaan hanya akan memperbanyak korban namun tidak menunjukkan sikap yang bijaksana. Paksaan hanya dapat dilakukan oleh golongan yang berkuasa, yang hati kecilnya sendiripun tidak yakin bahwa dia di pihak yang benar.[13] Oleh karena itu, sesuai dengan kandungan yang terdapat dalam QS. AlKahfi Ayat 29, bahwa keimanan itu adalah pilihan merdeka, atas persetujuan hati nurani dan akal sendiri, bukan merupakan paksaan dari luar. Pilihan keimanan adalah pilihan atas kebenaran yang berasal dari Tuhan.
Umat Islam menurut Hamka juga dilarang mencaci-maki sesembahan yang disembah oleh orang Kafir karena itu akan menyebabkan mereka akan balik memaki Allah dengan tanpa ilmu. Lebih baik ditunjukkan saja kepada mereka alasan yang masuk akal bagaiman menyembah berhala, dan menyembah selain Allah.[14] Hamka menjadikan Q.S. AlMumtahanah 7-9 sebagai pedoman bagi umat Islam untuk bergaul dan berinteraksi sehari-hari dengan komunitas lain di luar Islam. Umat Islam dipersilahkan untuk bergaul dengan akrab, bertetangga, saling tolong-menolong, bersikap adil dan jujur kepada pemeluk agama lain. Tetapi jika ada bukti bahwa pemeluk agama lain itu hendak memusuhi, memerangi dan mengusir umat Islam, maka semua yang diperbolehkan itu menjadi terlarang.
Batasan toleransi berdasarkan QS. Al Mumtahanah : 7-9, pernah disampaikan langsung oleh Hamka selaku ketua MUI kepada Presiden Soeharto pada tanggal 17 September 1975. Hal ini berkaitan dengan peliknya hubungan antar agama di Indonesia pada saat itu terutama antara Islam dan Kristen. Akan tetapi di samping harus bergaul, tolong-menolong dan berbuat baik kepada umat agama lain, menurut Hamka umat Islam juga tetap diminta untuk selalu waspada terhadap golongan Yahudi dan Nasrani karena dalam hal ini Allah sendiri telah menjelaskan didalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah : 120
وَلَنْ تَرْضَىٰ عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
Dan sekali-kali tidaklah akan rela orangorang Yahudi dan tidak pula orang Nasrani, sebelum kamu jadi pengikut agama mereka.”

Hamka sebagai seorang ulama dikenal tegas dan gigih membela akidah Islam, hal ini tercermin dalam sikapnya ketika menyikapi toleransi yang sudah menyangkut masalah keimanan. Menurut Hamka tidak ada toleransi dalam masalah yang menyangkut keimanan. Hamka pernah menolak secara tegas ide tentang perayaan Natal bersama yang digulirkan oleh pemerintah Orde Baru pada waktu itu dengan tujuan menjaga kerukunan antar umat beragama.[15]






BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Menurut pemikiran Hamka tentang toleransi beragama dalam tafsinya yaitu Al- Azhar, beliau berpendapat bahwa semua manusia diberikan kebebasan oleh Allah SWT untuk memeluk agama apapun tanpa adanya paksaan. . Orang tidak akan dipaksa untuk memeluknya, tetapi orang hanya diajak untuk berfikir. Asal dia berfikir sehat, dia pasti akan sampai kepada Islam. Tetapi kalau ada paksaan, pastilah timbul pemaksaan pemikiran, dan mestilah timbul taqlid. Pemaksaan hanya akan memperbanyak korban namun tidak menunjukkan sikap yang bijaksana.
 Paksaan hanya dapat dilakukan oleh golongan yang berkuasa, yang hati kecilnya sendiripun tidak yakin bahwa dia di pihak yang benar. Umat Islam menurut Hamka juga dilarang mencaci-maki sesembahan yang disembah oleh orang Kafir karena itu akan menyebabkan mereka akan balik memaki Allah dengan tanpa ilmu. Lebih baik ditunjukkan saja kepada mereka alasan yang masuk akal bagaiman menyembah berhala, dan menyembah selain Allah.
Umat Islam dipersilahkan untuk bergaul dengan akrab, bertetangga, saling tolong-menolong, bersikap adil dan jujur kepada pemeluk agama lain. Tetapi jika ada bukti bahwa pemeluk agama lain itu hendak memusuhi, memerangi dan mengusir umat Islam, maka semua yang diperbolehkan itu menjadi terlarang. Dan menurut Hamka tidak ada toleransi dalam masalah yang menyangkut keimanan. Hamka pernah menolak secara tegas ide tentang perayaan Natal bersama yang digulirkan oleh pemerintah Orde Baru pada waktu itu dengan tujuan menjaga kerukunan antar umat beragama





DAFTAR PUSTAKA
Natsir, M, Islam dan Kristen di Indonesia, Jakarta: Media Dakwah, 1988.
Tim Narasi, 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia, Penerbit  Narasi : Yogyakarta, 2005.
Hidayat, Usep Taufik, Al-Turas Vol XXI No1: Tafsir al-Azhar (Menyelami Kedalaman Tasawuf Hamka), Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2015.
Jannah, Roudlotul, Skripsi Pemikiran Tafsir Hamka Tentang NIlai-nilai Pendidikan Budi Pekerti, Stain Salatiga, Salatiga, 2015
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz III, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XI , Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz VII-VIII, Jakarta : Pustaka Panjimas, 1984.
Gunawan, Hendri, Skripsi Toleransi Beragama Menurut Pandangan Hamka Dan Nurcholis Madjid, UIN Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 2015


[1] M. Natsir, Islam dan Kristen di Indonesia (Jakarta: Media Dakwah, 1988), hlm. 209.
[2] Tim Narasi, 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia, Penerbit  Narasi : Yogyakarta, 2005, hlm.79
[3] Usep Taufik Hidayat, Al-Turas Vol XXI No1: Tafsir al-Azhar (Menyelami Kedalaman Tasawuf Hamka), Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2015, hlm. 44.
[4]Roudlotul Jannah, Skripsi Pemikiran Tafsir Hamka Tentang NIlai-nilai Pendidikan Budi Pekerti, Stain Salatiga, Salatiga, 2015, hlm. 27.
[5]Ibid., hlm. 29.
[6] Tim Narasi, Op. Cit. Hlm. 79
[7] Roudlotul Jannah, Op.Cit, hlm. 31
[8] Tim Narasi, Op.Cit, hlm. 80
[9] Usep Taufik Hidayat, Op.Cit, hlm. 46.
[10] Tim Narasi, Op.Cit, hlm. 80
[11] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz III, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983, hlm. 20.
[12] Ibid, hlm.21
[13] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XI , Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984, hlm. 319-320.
[14] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz VII-VIII, Jakarta : Pustaka Panjimas, 1984, hlm. 409.
[15] Hendri Gunawan, Skripsi Toleransi Beragama Menurut Pandangan Hamka Dan Nurcholis Madjid, UIN Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 2015, hlm.8

1 komentar:

  1. Casino Del Sol, CA (Robsonville, CA) - Mapyro
    › business 안산 출장샵 › gaming 안동 출장샵양산 출장안마 casino-del › business › gaming › casino-del Casino Del Sol. 9.32K Ratings. 687 Ratings. 익산 출장안마 876 Ratings. 계룡 출장마사지 771 Ratings. 769 Ratings. 777 Ratings. Average/Average. Trending: 6/11/2017. View detailed data on

    BalasHapus

17 KEUTAMAAN MEMBACA AL-QUR'AN SETIAP HARI

17 Keutamaan Membaca Al Quran Setiap Hari Kajian Islam – Pada kesempatan kali ini kita akan mempelajari Keutamaan membaca Al Qu...