Senin, 29 Mei 2017

PANDANGAN HAMKA TENTANG TOLERANSI BERAGAMA DALAM TAFSIR AL-AHZAR



PANDANGAN HAMKA TENTANG TOLERANSI BERAGAMA
DALAM TAFSIR AL-AHZAR
Oleh: Dina Murdiani

 
BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Kerukunan antar umat beragama merupakan satu unsur penting yang harus dijaga di Indonesia yang hidup di dalamnya berbagai macam suku, ras, aliran dan agama. Untuk itu sikap toleransi yang baik diperlukan dalam menyikapi perbedaan-perbedaan tersebut agar kerukunan antar umat beragama dapat tetap terjaga, sebab perdamaian nasional hanya bisa dicapai kalau masing-masing golongan agama pandai menghormati identitas golongan lain. Kerukunan dan toleransi yang diajarkan oleh Islam dalam kehidupan antar-umat beragama bukanlah suatu toleransi yang bersifat pasif. Tetapi aktif, aktif dalam menghargai dan menghormati keyakinan orang lain serta aktif dan bersedia senantiasa untuk mencari titik persamaan antar bermacam-macam perbedaan. Karena kemerdekaan beragama bagi seorang muslim adalah suatu nilai hidup yang lebih tinggi daripada nilai jiwanya sendiri. [1]
Terdapat beberapa pendapat dari para tokoh mengenai masalah toleransi salah satunya seperti Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Buya Hamka,beliau mengungkapkan pemikirannya dalam sebuah karya tafsir yaitu Tafsir Al-Azhar. Selain itu beliau bisa menjadi teladan tentang bagaimana toleransi beragama yang baik. Disini penulis akan membahas pandangan Hamka tentang toleransi beragama dalam Tafsir Al-Azhar.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana biografi Hamka?
2.      Bagaimana pemikiran Hamka tentang perbudakan dalam tafsir Al-Azhar?






BAB II
PEMBAHASAN
A.       Biografi Hamka
Nama Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang disingkat menjadi (Hamka) lahir di Maninjau, Sumatera Barat, pada 16 Februari 1908.[2] Di kampung Molek, disebuah desa bernama Tanah Sirah, dalam nagari Sungai Batang, di tepi Danan Maninjau, Tanjung Raya. Hamka meninggal tahun 1981 pada bulan Ramadhan.[3]
Hamka mengikuti pendidikan formal hanya sampai kelas 2 Sekolah Dasar. Setelah kelas 2 Sekolah Dasar, dia tidak pernah bersekolah formal lagi. Hamka lebih suka belajar sendiri. Dalam usia 6 tahun (1914) dia dibawa ayahnya Syekh Haji Abdul Karim ke Padang Panjang. Dari ayahnya, Hamka mendapat pendidikan agama, seperti nahwu, sharaf, hadis, dan fikih sehingga beliau lebih cepat pandai daripada kawan sebayanya.[4]
Pada tahun 1916 sampai tahun 1923 Hamka bersekolah di Diniyah School dan Sumatera Thawalib, guru-gurunya waktu itu ialah Syekh Ibrahim Musa Parabek, Engku Mudo Abdul Hamid dan Zainuddin Labay. Padang Panjang waktu itu ramai dengan penuntut ilmu agama Islam, di bawah pimpinan ayahnya sendiri.[5]
 Hamka adalah seorang murid tokoh pergerakan islam, H.O.S. Tjokroaminoto. Tidak diherankan kalau ia tumbuh dalam naungan kaidah-kaidah islam. Hamka dikenal sebagai salah satu tokoh organisasi islam modern Muhammadiyyah. Bahkan Hamka bisa disebut sebagai tokoh utama berdirinya organisasi itu di wilayah Sumatera Barat. “Muhammadiyah itu lahir di Yogyakarta, tapi dibesarkan di Sumatera Barat”.[6] Hamka merupakan figur terkemuka dalam perjuangan revolusioner merebut kemerdekaan nasional di Sumatera Barat dari tahun 1945 sampai 1949. Pada tahun 1950, ia pindah ke Jakarta dan diangkat sebagai pejabat tinggi Departemen Agama, Hamka memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk mengajar, menulis dan menyunting serta menerbitkan jurnal Panji Masyarakat. Pada tahun 1955, Hamka terpilih menjadi anggota konstituante mewakili partai politik modern Islam, Masyumi.[7] Meskipun Hamka anggota  konstituante, tetapi kritiknya dalam sidang konstituante di Bandung tidak digubris. Sis
term demokrasi ultra absolut ini  tetap dijalankan. Protesnya berbuah pemberhangusan. Pada tahun 1964, Hamka  ditangkap tanpa pernah diadili  dan baru dibebaskan setelah pemerintahan Orde Lama tum
bang.[8]
Kemudian beliau menjadi Imam Besar Masjid al-Azhar, Kebayoran Baru serta aktif memberikan Kuliah Subuh dan Tafsir al-Qur’an.Pada tanggal 27 Agustus 1964, beliau dipenjara dengan alasan telah melakukan Subversi. Majalah Panji Masyarakat dihentikan karena menerbitkan artikel M. Hatta yang mengkritik Sukarno.[9] Namun hal tersebut malah menjadi berkah bagi Hamka karena selama dalam tahanan, dia sempat menyelesaikan tafsir Al-Qur’an yang dikenal dengan nama tafsir Al- Azhar . sepuluh tahun (1974) kemudian ia menerima gelar doctor honoris causa dari Universitas kebangsaan Malaysia.[10]

B.       Pemikiran Hamka Tentang Toleransi Beragama dalam Tafsir Al-Azhar
Hamka berpendapat bahwa semua manusia diberikan kebebasan oleh Allah SWT untuk memeluk agama apapun tanpa adanya paksaan. Hal ini sebagaimana yang diuraikan oleh Hamka dalam Tafsir AlAzhar QS. Al-Baqarah (2) : 256.
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Tidak ada paksaan dalam agama. Telah nyata kebenaran dan kesesatan. Maka barangsiapa yang menolak segala pelanggaran besar dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya telah berpeganglah dia dengan tali yang amat teguh, yang tidak akan putus selamalamanya. Dan Allah Maha Mendengar, lagi Mengetahui”.[11]

Hamka mengatakan bahwa sungguh ayat ini adalah suatu tantangan kepada manusia, karena Islam adalah benar. Orang tidak akan dipaksa untuk memeluknya, tetapi orang hanya diajak untuk berfikir. Asal dia berfikir sehat, dia pasti akan sampai kepada Islam. Tetapi kalau ada paksaan, pastilah timbul pemaksaan pemikiran, dan mestilah timbul taqlid. Ayat ini adalah dasar teguh dari Islam. Musuh-musuh Islam membuat berbagai macam fitnah yang dikatakan ilmiah bahwa Islam disebarkan dengan pedang. Islam dituduh memaksa manusia untuk memeluk agamanya. Padahal kalau memang mereka benar-benar ingin mencari data yang ilmiah hendaknya mereka melihat langsung dari al-Qur’an yaitu seperti terdapat dalam surat al-Baqarah : 256, bahwa dalam hal agama tidak boleh ada paksaan.
Asbabun nuzul dari ayat ini adalah adanya sebagian penduduk Madinah sebelum memeluk Islam mereka menyerahkan anak-anaknya kepada orang-orang Yahudi Bani Nadhir untuk dirawat dan dididik. Setelah besar, anak-anak itu menjadi Yahudi. Setelah penduduk Madinah memeluk Islam dan terjadi pengusiran terhadap Bani Nadhir mereka menginginkan agar anak-anak mereka yang telah menjadi Yahudi supaya ditarik kembali masuk Islam dan bila perlu dengan dipaksa. Tetapi Rasulullah tidak menyetujui permintaan ini. Anak-anak itu diberi kebebasan untuk memilih apakah tetap menjadi Yahudi dan diusir keluar Madinah atau kembali kepada orang tuanya menjadi muslim dan tinggal di Madinah.[12]
Pemaksaan hanya akan memperbanyak korban namun tidak menunjukkan sikap yang bijaksana. Paksaan hanya dapat dilakukan oleh golongan yang berkuasa, yang hati kecilnya sendiripun tidak yakin bahwa dia di pihak yang benar.[13] Oleh karena itu, sesuai dengan kandungan yang terdapat dalam QS. AlKahfi Ayat 29, bahwa keimanan itu adalah pilihan merdeka, atas persetujuan hati nurani dan akal sendiri, bukan merupakan paksaan dari luar. Pilihan keimanan adalah pilihan atas kebenaran yang berasal dari Tuhan.
Umat Islam menurut Hamka juga dilarang mencaci-maki sesembahan yang disembah oleh orang Kafir karena itu akan menyebabkan mereka akan balik memaki Allah dengan tanpa ilmu. Lebih baik ditunjukkan saja kepada mereka alasan yang masuk akal bagaiman menyembah berhala, dan menyembah selain Allah.[14] Hamka menjadikan Q.S. AlMumtahanah 7-9 sebagai pedoman bagi umat Islam untuk bergaul dan berinteraksi sehari-hari dengan komunitas lain di luar Islam. Umat Islam dipersilahkan untuk bergaul dengan akrab, bertetangga, saling tolong-menolong, bersikap adil dan jujur kepada pemeluk agama lain. Tetapi jika ada bukti bahwa pemeluk agama lain itu hendak memusuhi, memerangi dan mengusir umat Islam, maka semua yang diperbolehkan itu menjadi terlarang.
Batasan toleransi berdasarkan QS. Al Mumtahanah : 7-9, pernah disampaikan langsung oleh Hamka selaku ketua MUI kepada Presiden Soeharto pada tanggal 17 September 1975. Hal ini berkaitan dengan peliknya hubungan antar agama di Indonesia pada saat itu terutama antara Islam dan Kristen. Akan tetapi di samping harus bergaul, tolong-menolong dan berbuat baik kepada umat agama lain, menurut Hamka umat Islam juga tetap diminta untuk selalu waspada terhadap golongan Yahudi dan Nasrani karena dalam hal ini Allah sendiri telah menjelaskan didalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah : 120
وَلَنْ تَرْضَىٰ عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
Dan sekali-kali tidaklah akan rela orangorang Yahudi dan tidak pula orang Nasrani, sebelum kamu jadi pengikut agama mereka.”

Hamka sebagai seorang ulama dikenal tegas dan gigih membela akidah Islam, hal ini tercermin dalam sikapnya ketika menyikapi toleransi yang sudah menyangkut masalah keimanan. Menurut Hamka tidak ada toleransi dalam masalah yang menyangkut keimanan. Hamka pernah menolak secara tegas ide tentang perayaan Natal bersama yang digulirkan oleh pemerintah Orde Baru pada waktu itu dengan tujuan menjaga kerukunan antar umat beragama.[15]






BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Menurut pemikiran Hamka tentang toleransi beragama dalam tafsinya yaitu Al- Azhar, beliau berpendapat bahwa semua manusia diberikan kebebasan oleh Allah SWT untuk memeluk agama apapun tanpa adanya paksaan. . Orang tidak akan dipaksa untuk memeluknya, tetapi orang hanya diajak untuk berfikir. Asal dia berfikir sehat, dia pasti akan sampai kepada Islam. Tetapi kalau ada paksaan, pastilah timbul pemaksaan pemikiran, dan mestilah timbul taqlid. Pemaksaan hanya akan memperbanyak korban namun tidak menunjukkan sikap yang bijaksana.
 Paksaan hanya dapat dilakukan oleh golongan yang berkuasa, yang hati kecilnya sendiripun tidak yakin bahwa dia di pihak yang benar. Umat Islam menurut Hamka juga dilarang mencaci-maki sesembahan yang disembah oleh orang Kafir karena itu akan menyebabkan mereka akan balik memaki Allah dengan tanpa ilmu. Lebih baik ditunjukkan saja kepada mereka alasan yang masuk akal bagaiman menyembah berhala, dan menyembah selain Allah.
Umat Islam dipersilahkan untuk bergaul dengan akrab, bertetangga, saling tolong-menolong, bersikap adil dan jujur kepada pemeluk agama lain. Tetapi jika ada bukti bahwa pemeluk agama lain itu hendak memusuhi, memerangi dan mengusir umat Islam, maka semua yang diperbolehkan itu menjadi terlarang. Dan menurut Hamka tidak ada toleransi dalam masalah yang menyangkut keimanan. Hamka pernah menolak secara tegas ide tentang perayaan Natal bersama yang digulirkan oleh pemerintah Orde Baru pada waktu itu dengan tujuan menjaga kerukunan antar umat beragama





DAFTAR PUSTAKA
Natsir, M, Islam dan Kristen di Indonesia, Jakarta: Media Dakwah, 1988.
Tim Narasi, 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia, Penerbit  Narasi : Yogyakarta, 2005.
Hidayat, Usep Taufik, Al-Turas Vol XXI No1: Tafsir al-Azhar (Menyelami Kedalaman Tasawuf Hamka), Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2015.
Jannah, Roudlotul, Skripsi Pemikiran Tafsir Hamka Tentang NIlai-nilai Pendidikan Budi Pekerti, Stain Salatiga, Salatiga, 2015
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz III, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XI , Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz VII-VIII, Jakarta : Pustaka Panjimas, 1984.
Gunawan, Hendri, Skripsi Toleransi Beragama Menurut Pandangan Hamka Dan Nurcholis Madjid, UIN Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 2015


[1] M. Natsir, Islam dan Kristen di Indonesia (Jakarta: Media Dakwah, 1988), hlm. 209.
[2] Tim Narasi, 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia, Penerbit  Narasi : Yogyakarta, 2005, hlm.79
[3] Usep Taufik Hidayat, Al-Turas Vol XXI No1: Tafsir al-Azhar (Menyelami Kedalaman Tasawuf Hamka), Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2015, hlm. 44.
[4]Roudlotul Jannah, Skripsi Pemikiran Tafsir Hamka Tentang NIlai-nilai Pendidikan Budi Pekerti, Stain Salatiga, Salatiga, 2015, hlm. 27.
[5]Ibid., hlm. 29.
[6] Tim Narasi, Op. Cit. Hlm. 79
[7] Roudlotul Jannah, Op.Cit, hlm. 31
[8] Tim Narasi, Op.Cit, hlm. 80
[9] Usep Taufik Hidayat, Op.Cit, hlm. 46.
[10] Tim Narasi, Op.Cit, hlm. 80
[11] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz III, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983, hlm. 20.
[12] Ibid, hlm.21
[13] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XI , Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984, hlm. 319-320.
[14] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz VII-VIII, Jakarta : Pustaka Panjimas, 1984, hlm. 409.
[15] Hendri Gunawan, Skripsi Toleransi Beragama Menurut Pandangan Hamka Dan Nurcholis Madjid, UIN Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 2015, hlm.8

Sabtu, 27 Mei 2017

Penyakit Hati Marah


Latar Belakang
Setiap manusia tentu memiliki hati. Hati inilah yang mempengaruhi tabiat dan sifat seseorang. Apabila hati ini baik, maka manusia tersebut akan memiliki sifat yang terpuji. Namun jika hati yang dimiliki seorang manusia telah penuh dengan niat jahat, dapat dipastikan bahwa tingkah laku orang tersebut tidak akan jauh dari tindakan yang merugikan orang lain.
marah adalah salah satu penyakit hati yang hampir semua orang mempunyainya, ketika seseorang marah ia tidak akan bisa mengendalikan dirinya sendiri sehingga akan  menimbulkan ketidak sadaran, yang mana akan mengeluarkan  perkataan atau perbuatan yang tidak diinginkan. Apabila marah tidak segera diatasi akan menimbulkan dampak yang merugikan diri sendiri dan membuat orang lain  akan mendapatkan imbasnya dari kemarahan tersebut.
Marah ini sangatlah penting untuk segera diatasi karena apabila tidak segera diatasi  akan membuat seseorang sakit hati atas perkataan yang dilontarkan dan menyakiti orang dengan perbuatan yang tidak pantas. Dan disini penulis akan membahas tentang marah yang termasuk  penyakit hati, yang mana harus dihindari oleh setiap orang.
1.      Pengertian Marah
Marah adalah kekuatan kesetanan yang dititipkan oleh Alloh pada manusia. Imam Al-Ghazali berkata : “daya marah diletakkan dalam diri manusia supaya melindunginya dari kerusakkan dan menghindar kehancuran. Dalam postur tubuh manusia dan bagian dalamnya terdapat daya panas dan lembab, diantaranya saling berlawanan dan kontradiksi.[1] Daya panas tak henti-hentinya mengubah kelembaban tersebut menjadi kering dan  berasap”.[2]
Pada hakikatnya marah adalah gerak jiwa yang menimbulkan bergolaknya marah hasrat menyiksa orang lain. Jika gerak jiwa tersebut semakin kuat, maka ia akan semakin menggolakkan api kemarahan dan membuat semakin panas. Maka golakan hati semakin kuat. Watak dan otak akan dipenuhi oleh asap tebal dan hitam dan berbuih yang memoles warna akal menjadi buruk dan memperlemah dayanya. Dalam keadaan seperti  ini manusia,  menurut sebagian ahli hikmah, ibarat kain kering yang dipenuhi bara api, luapan api  dan asap membumbung keatas. Maka sangat sulit untuk menangani dan memadamkannya,  dan segala sesuatu yang didekatkan untuk dijadikan bahan pemadam menjadi sebab semakin bertambah meluapnya api tersebut. Dengan demikian, manusia ketika dilanda marah menjadi buta dari kebenaran dan tuli dari petuah.[3]
Bahkan dalam keadaan seperti  itu berbagai petuah adalah sebab semakin bertambahnya kemarahan, menambah luapan api dan menyala. Memandang bagi seseorang yang sedang marah kendali dirinya benar-benar terhempas. Dalam keadaan marah setiap orang berbeda tingkatan, sesuai kadar karakternya.[4]
Pada kesempatan ini penulis juga berkesempatan mewawancarai Ibu Nur Khadi’ah, selaku pemimpin tahlil dalam pengajian ibu-ibu di desa Piji, Dawe, Kudus tentang apa yang dimaksud dengan marah?, menurut beliau, marah adalah sebuah emosi yang tidak dapat dikendalikan  yang mempengaruhi pikiran seseorang sehingga membuat orang tersebut secara tidak sadar melakukan sesuatu hal yang tidak diinginkan.
Berdasarkan penjelasan diatas Marah yaitu perbuatan setan yang ada dalam diri manusia yang mana seseorang yang sedang marah  tidak akan dapat mengendalikan dirinya, baik kehendak, akal maupun pikirannya. Keadaan tersebut menjadikan seseorang mengalami  kesulitan untuk berpikir, menata prilaku, berinteraksi, memaafkan, dan berpikir yang baik. Ketika seseorang marah tidak dapat mengendalikan pikiran dan prilakunya sehingga  mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas untuk diucapkan contohnya seperti “Anjing”, “Setan”, “goblok” dan lainnya. Selain itu juga ketika amarah bertambah ia akan memukul orang yang  membuatnya marah.

2.      Faktor penyebab munculnya marah
Sebab-sebab yang menimbulkan kemarahan adalah ujub, sombong, riya, keras kepala, senang bergurau, menyepelekan orang lain, ingin menipu, bengis dan ingin meraih kelezatan yang sama-sama dikejar ole orang lain dan saling sikut unntuk mendapatkannya. Menurut Al-Kwarizmi sebab marah adalah  takabur dan memandang diri lebih dari orang lain (ujub).[5]
Menurut ibu Nur Kadi’ah penyebab timbulnya marah adalah ketidak sabaran kita terhadap menghadapi sesuatu dan keras kepala tanpa mau mendengarkan nasihat-nasihat dari orang lain.
 Fator penyebab munculnya marah yaitu :
a.       Sombong atau merasa lebih tinggi dari orang lain. Jika sifat sombong ini ada dalam hati kita. Sudah dipastikan kita akan sering marah. Ketika teman kita hanya bercanda kepada kita, kita langsung marah, dan berkata “kamu menghina saya yah?”. Padahal teman kita hanya berniat bercanda dan mencairkan suasana. Semua tindakan yang dilakukan oleh orang lain pasti akan mudah menjadi penyebab marah kita jika kita memiliki sifat sombong ini. Dunia akan terasa sempit. Teman-teman kita akan menjauhi kita. Dan akhirnya kita hanya menelan kekecewaan dan kesedihan itu sendiri.
b.      Terlalu banyak dan berlebihan dalam bercanda juga merupakan salah satu penyebab kita menjadi cepat marah. Jika kita banyak bercanda dengan teman kita, sudah dipastikan kita akan mudah marah jika kita tidak bisa menempatkan dan menyikapi canda pada tempatnya. Maka sering kita bercanda, maka makin banyak juga pemicu kita untuk marah.
c.       Berdebat dengan merasa diri kita paling benar.
3.      Faktor penyebab utama marah
Faktor utama yang menyebabkan marah adalah suatu keadaan dimana kita berada dalam suasana yang sangat sulit dan rumit yang mana ketika ada seseorang yang mengganggu maka akan timbul sebuah amarah.
4.      Dampak dari marah
a.       Meningkatkan resiko terserang berbagai macam penyakit
Dampak negatif akibat sering marah-marah yang pertama adalah meningkatkan resiko terserang berbagai macam penyakit. Kondisi emosional yang terjadi saat marah-marah dapat memacu hormon stres untuk meningkatkan denyut jantung serta semua organ tubuh sehingga sangat berpotensi terserang berbagai macam penyakit seperti jantung, stroke, darah tinggi, dan kanker.
b.       Kehilangan teman dan orang yang dicintai. Dampak negatif akibat sering marah-marah yang kedua adalah kehilangan teman dan orang yang dicintai. Orang yang sering marah-marah cenderung tidak bisa mengontrol emosinya. Bahkan semua orang yang ditemuinya bisa jadi ikut terkena imbas kemarahannya. Padahal tidak semua orang yang ditemuinya tahu akan permasalahan yang menyebabkan kemarahannya.
c.        Mempercepat proses penuaan. Mempercepat proses penuaan juga merupakan salah satu dari berbagai dampak negatif akibat sering marah-marah. Kondisi emosional yang terjadi saat marah-marah akan mengaktifkan hormon stres yang mempercepat kerja seluruh organ dalam tubuh, sehingga mempercepat pula proses penuaan yang terjadi. Selain itu saat marah, otak dan otot menjadi lebih tegang sehingga mempercepat munculnya keriput pada wajah maupun pada bagian tubuh lain.
d.      Mempersingkat usia. Dampak negatif akibat sering marah-marah berikutnya adalah mempersingkat usia. Sebuah penelitian menyatakan bahwa sering marah-marah bisa mempercepat kematian seseorang. Hal ini karena saat marah, berbagai organ tubuh seperti hati, jantung, pembuluh darah, otak, perut dan kelenjar dalam tubuh mengalami perubahan dengan bekerja lebih keras dari biasanya, sehingga mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan. Selain itu kondisi emosional yang terjadi saat marah-marah dapat menyebabkan kematian secara mendadak akibat serangan jantung, stroke dll.[6]
e.      Dapat merugikan diri sendiri, ketika kita kehilangan kontrol karena marah yang berlebih, tubuh kita yang akan merasakan akibatnya. Amarah yang melonjak tinggi akan mempengaruhi tubuh yang menjadikan tekanan darah meninngkat, pernafasan meningkat, suhu  tubuh meninngkat sehinngga berkeringat. Dalam koondisi ini , tubuh jadi mudah lelah karena pada saat marah kita membutuhkan banyak energi. Dampak lain dari marah adalah kesulitan tidur yang disebabkan oleh pikiran-pikiran negatif. Kemudian menyebabkan kita tidak berpkir secara rasional yang menyebabkan sering terjadi tindakan-tindakan yang sebenarnya tidak perlu dan marah juga dapat menyebabkan penyakit tekanan darah tinggi.
f.        Orang lain dan lingkungan sekitar menjadi imbasnya, ketika kita tidak bisa mengontrol amarah semua benda yang ada disekitar kita akan menjadi rusak karena dibanting maupun di pukul  bahkan kita juga dapat melukai orang terdekat.
g.      Tidak akan disenangi orang lain. Orang yang pemarah tidak akan disukai dan justru akan dijauhi karena sifatnya yang kasar dan akibatnya, seseorang bisa kehilangan kepercayaan, teman dan menimbulkan permusuhan.
5.      Solusi untuk mengatasi marah
a.       Melatih diri untuk berprilaku dan berakhlak baik dalam kehidupan sehari-hari.
b.      Berfikir sebelum bertindak dan memikirkan akibat yang ditimbulkan jika marah.
c.       Membaca ta’awwudz, Ketika amarah kita mulai muncul maka segera ucapkan
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk”.
d.      Menanamkan dalam diri bahwa jangan pernah marah kecuali karena Alloh SWT. Maksudnya, marahlah pada yang tidakk sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh  Alloh dan Rosul-Nya. Marah untuk hal-hal kebaikan saja.
e.       Usakan untuk  bersikap  lembut dan selalu mengelus dada
f.       Memperbanyak dzikir kepada Alloh dan membaca istighfar
g.      Berusaha menahan amarah yang tidak perlu. Alloh SWT berfirman :
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Artinya : (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Al-Imran : 134 )
h.      Lebih baik berdiam diri saja karena Rosulullah SAW bersabda :

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ

"Apabila seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam”.
i. Berwudhu
j.  Bersabar dan lebih baik untuk memberi maa’af. Alloh SWT. Berfirman :
وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ
Dan apabila mereka marah segera memberi maaf”.( QS. Asy-Syura’: 37) 
Mengubah posisi, apabila marah dalam keadaan berdiri hendaklah duduk, dan apabila marah dalam keadaan duduk hendaklah berbaring, Rosulullah SAW. Bersabda :

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ ، وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ
"Apabila seorang dari kalian marah dalam keadaan berdiri, hendaklah ia duduk; apabila amarah telah pergi darinya, (maka itu baik baginya) dan jika belum, hendaklah ia berbaring". (HR.Ahmad).
Jika sudah berbaring emosi kita belum reda juga. Maka berwudhulah kemudian shalat sunah dua rakat. Atau kita tinggalkan orang membuat kita marah itu.



















DAFTAR PUSTAKA

Dr. An-Najar, Amir, Mengobati Gangguan Jiwa, , 2002, Jakarta Selatan : PT Mizan Publika
El-Sulthani, Mawardi Labay, Menghadapi Marah, 2002, Jakarta : al-Mawardi Prima
Purwanto, Yadi dan Rachmat Mulyono, Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami, 2006, Bandung : Refika Aditama





[1] Kontradiksi yaitu pertentangan antara dua hal yang sangat berlawanan atau bertentangan.
[2] Dr. Amir An-Najar, Mengobati Gangguan Jiwa, PT Mizan Publika, Jakarta Selatan, 2002, hlm.152
[3] Petuah adalah sesuatu yang baik atau nasihat fari orang alim.
[4] Dr. Amir An-Najar, Op. Cit, Hlm.154
[5] Dr. Amir An-Najar, Op. Cit, Hlm.154
[6] Yadi Purwanto dan Rachmat Mulyono, Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami, Refika Aditama, Bandung, 2006, hlm.37

17 KEUTAMAAN MEMBACA AL-QUR'AN SETIAP HARI

17 Keutamaan Membaca Al Quran Setiap Hari Kajian Islam – Pada kesempatan kali ini kita akan mempelajari Keutamaan membaca Al Qu...